Sabtu, 31 Desember 2011

biografi tokoh

HAFIZ SHIRAZI

Hafiz Shirazi merupakan lirikus Persia, dan merupakan guru persajakan Persia. Para penggemarnya menjulukinya Lisanul Ghaib atau lidah gaib dan tarjumanul Asrar atau penafsir kegaiban.
Kakeknya bertempat tinggal di pinggir Isfahan, dan bermigrasi ke Shiraz selama masa kekuasaan Atabek di Shiraz. Ayahnya Bahaudin, seorang saudagar kaya, meninggalkan dua orang putra. Dua putranya memboroskan harta warisan dengan berfoya-foya. Hafiz, yang termuda dari ketiga saudara itu, tinggal bersama ibunya. Karena miskin, ia terpaksa bekerja di toko roti. Hafiz gila akan belajar. Waktu luangnya di luar pekerjaan dihabiskannya dengan belajar. Ia berikan sepertiga dari upahnya kepada Ibunya, seprtiga kepada gurunya, dan sepertiga sisanya untuk orang-orang yang kekurangan dan membutuhkan. Itulah sebabnya ia mendapatkan pendidikan yang baik. Ia belajar menghapal Al-QurĂ¡n, dan itulah kenapa ia menggunakan nama penyairnya dengan nama samaran “Hafiz”, yang artinya seorang yang hapal Al-Qur’an.
Masa Hafiz ialah masanya puisi dan roman. Pada zaman tersebut banyak pedagang kain, pemilik toko, juga seorang pengagum para penyair. Penyair – penyair dari berbagai bagian kota berkumpul setiap malam di tokonya dan membacakan sajak-sajak mereka. Ini merupakan rengsangan bagi Hafiz, kemudian ia mulai megubah dan membacakan sajak-sajaknya pula, meskipun disebutkan bahwa karyanya kurang memuaskan. Bahkan seringkali orang-orang menertawakannya.
Kemudian, pada suatu malam, dalam kedaan sangat kecewa oleh kegagalannya sebagai penyair, ia mengunjungi tempat-tempat keramat Baba Kuhi, di atas bukit di sebelah Utara Shiraz. Dia menangis dan berdoa memohon keberhasilan, dan dalam malam itu, demikian diceritakan, ia didatangi Syaidina Ali. Beliau memberinya makan, seperti makanan gaib dari surga dan berkata kepadanya, pada malam itu pintu-pintu gerbang puisi maupun ilmu pengetahuan akan terbuka baginya. Ketika ia terbangun esok paginya, ia mengubah sebuah sajak. Sajak itu mengejutkan setiap orang. Sejak saat itu, ia tidak tertandingi di bidang lirik Persia hingga ketenarannya sampai kemana-mana.
Hafiz kemudian menerima surat-surat dari istana Irak, India, dan Arab, yang mengundangnya untuk datang ke negaranya. Tetapi Hafiz tidak bersedia. Bagaimanapun meninggalkan negaranya yang indah adalah suatau hal yang sulit baginya. Dia memuja taman-taman mawar, terpesona oleh banyak pemandangan indah dan kesegaran yang menyehatkan, iklim Shiraz merasuki sajak-sajaknya.
Hafiz sempat merasakan beberapa pergantian periode kekuasaan di Shiraz silih berganti. Semua penguasa terpesona oleh kejeniusan puitiknya, menyenangi dan membuat mereka tentram.
Kemudian, Sultan Ahmad bin Owais – i – Jalahir, seorang penguasa Ilkhani yang berbakat dari Baghdad, meminta Hafiz mengunjungi Baghdad, tetapi Hafiz menolaknya dengan kata-kata puitisnya:
Angin sepoi Mushala dan sungai Rukhnabad
Tak mengizinkan hamba mengembara jauh.
Bukan hanya dari Baghdad, ia juga menerima undangan dari pengusa India, yang berusaha keras membujuknya agar dia mengunjungi istana mereka. Seorang diantaranya ialah oelindung besar seni dan kebudayaan, bahkan mengirimkan ongkos perjalanan dan kapal untuk membawa Hafiz ke India. Dia mengutus Mir fazulullah, membawa uang dan hadiah untuk mendampingi Shiraz ke Bulbarga. Tapi Hafiz justru menghabiskan sebagaian uang pemberian itu di Shiraz, dan ketika tiba di teluk Persia, sisanya diberikannya kepada seorang sahabat yang miskin. Selain itu, dua saudagar Persia yang sedang menuju India, menawarkannya menanggung seluruh ongkos perjalanannya. Sebuah kapal menanti di Hormus untuk membawanya ke India, Hafiz naik kapal, tetapi ketika kapal akan berangkat, datanglah badai dan Hafiz mendarat lagi. Sebagai pengganti karena tidak berangkat, ia mengirimkan bait-bait sajak pada raja Mahmud.
Semua kebahagiaan di dunia ini
Tidak senilai kepala tertunduk dalam kesakitan sesaat,
Dan jika aku menjual jubah darwisku untuk membeli anggur
Lebih bernilai yang kuperoleh daripada yang kujual!
Mahkota sultan, ditabur permata tiada ternilai;
Melingkari kengerian maut dan rasa takut;
Itulah hiasan kepala yang sangat diingini – tetapi
Apakah benar cukup berharga bagi bahaya terhadap kepala?
Di ujung tempat orang menjual anggur
Sajadahku yang suci jarang bisa dapat semangkuk
Alangkah gagah ikrar kesalehanku.
Tak sampai seharga piala berbusa!
Enteng sekali tampaknya kesedihan laut
Ditopang harapan dapat – harapan terbang terlalu cepat?
Seratus mutiara adalah ganti rugi yang sedikit
Tak senilai dengan ledakannya.

Seorang penguasa India yang lain, Sultan Ghyasuddin dari Bengal juga meminta dengan sangat agar hafiz mengunjungi istananya. Lagi-lagi Hafiz mengirim sebuah lirik pujian.
Hafiz menguasai dengan baik bahasa Arab, seperti yang diperlihatkan sajak-sajaknya yang bilingual (dalam dua bahasa).
Hafiz diakui secara universal sebagai satu drai empat pilar persajakan Persia, dan tokoh tak tertandingi di bidang lirik. Pengganti-penggantinya mengakui keterampilannya yang tak terbandingi itu dalam jenis persajakan ini. Dia tidak saja memperluas pandangan lirik Persia lewat Filsafat Epicorus – yang lebih dulu dikembangkan Umar Khayyam dalam kuatrin-kuatrin yang termasyur – tetapi juga mengabdikan lirik Persia lewat gayanya yang luar biasa dalam hal ketulusan dan kehalusan pikirannya, kekayaan serta kelemah-lembutan ekspresinya. Dalam diri Hafiz, terkumpul jasa semua penyair itu (Sa’di dan Khusrous) smabil menambahkan daya tariknya sendiri. Sajak-sajaknya memiliki sedikit humor, kuplet-kupletnya meluapkan optimisme. Sebagai seorang yang berwatak gembira, diamatinya kehidupan dengan senyum.
Dalam syairnya ia tidak pernah menggunakan cara-cara kotor dan tercela untuk memeras orang. Oleh karena itu syair-syair pujiannya tidak mengandung kata-kata bombastis atau imajinasi yang kelewat batas. Dia orang yang setia kepada Siraz, dan tak pernah jemu menyanyikan pujian terhadap sungai Ruknabad dan taman – taman mawar mushala.
Para peminum, bawa semua anggur tersisa!
Di taman Firdaus, kau akan sia-sia mencari
Kehidupan air mancur Ruknabad
Dan punjung-punjung mushala tempat mawar berlilitan.

Menurut Sir Gor Ouseley, “Gayanya jernih, tidak dibuat-buat dan mengandung keselarasan, pada waktu yang sama memperlihatkan pengetahuan dan ilmu yang matang, dan mengetahui pengetahuan yang tersembunyi maupun hakikat-hakikat benda-benda yang trelihat; tapi di atas semuanya pesona ekspresi tertentu yang tak tertandingi oleh semua penyair lain.”
Sementara menurut Dante, seorang Italia, mata batinnya seolah-olah diberkahi oleh ketajaman pandangan yang menakjubkan, menembus bidang wewenang pemikiran, yang pada masa kemudian ditakdirkan menjadi wilayah penjelajahannya.
Puisi Hafiz memiliki pesona Universal. Filsafatnya sejalan dengan Khayyam, tetapi dia mengungkapkannya dengan cara yang bersemangat dan mempesona. Dia menyatakan bahwa manusia hampir tak menyadari rahasia-rahasia alam. Ide ini sudah dikemukakan oleh Socrates, Farabi, Ibn Sina, dan Khayyam. Tetapi Hafiz mengungkapkannya dengan daya yang lebih besar. Menurut pendapatnya, keberadaan Wujud yang Baka (Tuhan) tampil dalam setiap partikel, setiap lembar daun, bahkan sesuatu yang terdapat di dunia ini, dan hanya mata batinlah yang bisa melihat-Nya. Lewat kata-kata saqi (pembawa mangkuk), anggur, mawar, taman, dia telah menyampaikan pujian keindahan Baka, yang telah mempesona kaum sufi maupun awam. Puisinya mengandung filsafat moral pada tingkat yang tinggi, dna digunakannya menelanjangi pengkhotbah-pengkhotbah yang tidak berbuat sesuai dengan khotbah mereka.
Ia merupakan sosok lirikus Timur yang terkenal. Banyak biografi yang dirulis sesudah wafatnya, pada tahun 793 H. Selain itu, banyak sekali ulasan atas sajak-sajaknya dalam bahasa Persia, Turki dan Urdu. Tiga buah ulasan terbaik dalam bahasa Turki ditulis oleh Sururi, Shami, dan Sudi.
Sajak-sajak Hafiz, jumlahnya sekitar 693, telah ditrjemahkan ke berbagai bahasa Barat, termasuk Inggris, Jerman, Perancis, dan Latin. Terjemahan karyanya yang lengkap dalam sajak-sajak Jerman dikerjakan oleh Rosenzeweig Schwanan, dan dalam prosa Inggris oleh Wilberforce Clark. Terjemahan sajak-sajak bahasa Inggris, yang terbesar adalah dari Herman Bickwell. Tetapi penyair Eropa terbesar yang menerima pengaruh Hafiz adalah Goethe (Jerman), yang telah mempersembahkan sejumlah sajak kepada Hafiz.
Kau telah menaklukkan Iraq dan Fars dengan Syair, o Hafiz!
Mari, kini adalah giliran Baghdad dan Tabriz.

Hafiz wafat pada 793 H, dan dimakamkan di kebun buah-buahan yang hijau di pinggiran Shiraz, yang kemudian dinamakan mengikuti namanya, hafiziya. Makamnya dibangun oleh Abdul Qasim Babar, Piu Tamarlane, dan kemudian diperindah oleh penguasa-penguasa yang menggantikan. Makam itu sekarang menjadi tempat rekreasi dan ziarah para pengunjung yang berdatangan dari negeri-negeri jauh. Kata-kata penyair itu telah ternyata menjadi kebenaran:
Bila kaku melewati makamku, mohonkanlah doa restu,
Sebab ini, nanti akan menjadi tempat ziarah kaum
Urakan seluruh dunia

Ralp wado Emerson dalam eseinya mengenai persajakan Persia, menyampaikan penghormatannya kepada hafiz:
“Hafiz adalah Pangeran penyair-penyair Persia. Dalam bakatnya yang luar biasa, ia menambahkan pada beberapa sifat pindar, Anacreon, Horace dan Burns, wawasan kebatinan yang terkadang memberikan pandangan yang lebih dalam menembus Alam daripada yang dimiliki oleh salah seorang dari tiga pesenandung yang sudah disebutkan. Dia mendekati semua pokok pembicaraan dengan keberanian yang santai.“







DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Jamil. 2003. Seratus Muslim Terkemuka. Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus.

menulis lagi

Bukan PUJANGGA
Aku memang tak pandai menulis puisi
Berbait-bait huruf yang tersusun rapi
Aku memang bukan pujangga
Tapi yakinlah aku perempuan setia
Kata demi kata
Prasa demi prasa
Dan
Klausa demi klausa
Merangkaikan melodi cinta
Tapi memang bukan pula aku pujangga
Aku hanya seorang wanita
Aku muda dan memang cinta
Tapi sungguhlah aku bersumpah
Aku bukan pujangga
Bilapun Kau tak meminta
Kan ku rangkai kata-kata
Dalam melodi di tiga per empat malam
Karna Kau suka,
meski aku bukan punjangga dan memang ku awam

Menulis lagi, 15 Desember 2011
Silvina Nugrahwati

menulis lagi

ANGSAMORPOSIS
Gadis berkerudung merah
Menyebut dirinya sedang gundah
Rasa malam yang kian tak indah
Ingin rasanya dosa meludah

Ijroil tak sabar menyantap
Tapi ia tak rela pun menatap
Gadis kerudung merah
memang sudah lama ingin menyerah

Bulan sabit lama saling sahut
Menggerogoti malam yang kian larut
Menyingkap malaikat-malaikat maut
Beraksi tak surut-surut

Ijroil palingkan amarah
Gadis berkerudung merah merintih payah
Waktu pun meramah
Dalam sebuah titik angkara putih


Menulis lagi, 15 Desember 2011
Silvina Nugrahwati

menulis lagi

ANGSAMORPOSIS
Gadis berkerudung merah
Menyebut dirinya sedang gundah
Rasa malam yang kian tak indah
Ingin rasanya dosa meludah

Ijroil tak sabar menyantap
Tapi ia tak rela pun menatap
Gadis kerudung merah
memang sudah lama ingin menyerah

Bulan sabit lama saling sahut
Menggerogoti malam yang kian larut
Menyingkap malaikat-malaikat maut
Beraksi tak surut-surut

Ijroil palingkan amarah
Gadis berkerudung merah merintih payah
Waktu pun meramah
Dalam sebuah titik angkara putih


Menulis lagi, 15 Desember 2011
Silvina Nugrahwati

menulis lagi

KULTUR
Lima tahun berlalu mereka masih sangat layu
Meraung-raung di jalan-jalan ibu kota yang disebutnya sudah maju
Baju lusuh perut busung hiasan indah tahun itu
Masih saja orang-orang bilang itu layu

Mereka menghantui setiap langkah-langkah para berdasi
Bilang menangisi tapi tetap tak ada nasi
Mereka terus menari
Meski sepi di tudung saji

Mereka tak lupa angkat tangan menengadah
Tak lupa tunaikan alunan ibadah
Tuk harap dasi-dasi pemakan nasi
Sudi tuk tepati janji-janji

Meski kini pun tinggal SEONGGOK basi


Menulis lagi, 15 Desember 2011
Silvina Nugrahwati
BSI/V/E

Minggu, 24 April 2011

“Be Happy Being a Corruptor” By Silvina Nugrahwati

Corruption is trend from year to year. It was begun from corruption alleged case Soeharto at seven foundations, until cases of Arthalita or Ayin and Gayus Tambunan recently. The word “scared” seems not to make aware all of the corruptor. They still can move free and earn a lot of money though they committed corruption. Likely, it is not difficult to be a corruptor if we are quite dare and twist our brain smartly. A lot of profit can be gotten easily if the corruptor is smart.
First, is getting money as much as possible without being found out. In SPDP (the mandate to begin investigation), suspected Gayus alleged to do money laundering, corruption, doing an injustice and fraud. According to researcher prosecutor, Gayus was a civil servant in directorate and tax director general equal. It was rather impossible if he had 25 milliards rupiah in Panin Bank, Jakarta and luxurious house in the amount 1.5 milliards rupiah. How could he do it for a long time easily? Of course, he was smart enough.
Second, is covering what done without being found out. As reported previously, Gayus Tambunan admitted to give 5 milliards rupiah to Prosecutor Cirus Sinaga through the lawyer Haposan Hutagalung. Then, when the police had been handled mafia tax, Gayus Tambunan, they blocked the property bill for about 28 milliards rupiah. They said that money was gift from the companies that the tax was inspected by Gayus. But then, the block could be opened again so that Gayus could return to use the money. The opening of that block was done when Raja was a director economy police II. After opening that block, Gayus extradited 2 million US$ to the lawyer; Haposan Hutagalung, investigator, prosecutor, judge, and lawyer team.
Third, minimize imprisonment. Because of bribing, Gayus only got 7 years in prison. It is probably less then 7 years because in Indonesia, corruptor can get much more remission then the other criminal. Not only it, can they still go to stroll out of country and all of the cost is paid free.
Forth, still being rich and glad alive although at prison. Not only Gayus Tambunan that could go aboard though imprisonment, but also Arthalita Suryani or Ayyin that could enjoy all of the luxurious facilities like five stars hotel. If we speak about law enforcer means to speak also about law itself. In law science knows basis “equality before the law”, where all people have positions equal before the law. If we compare it with prison, means that in prison all people also have the equality before the law - mean equal to - has positions same in custody. This matter is related tight with norm and sense of justice in law. Therefore may be sense of justice has died to this end; at luxurious prison of Artalitha.
The last, is still possible being official after free from prison. In the other case is Nurdin Halid. In 13 Augusts 2007, he returned to punished two year in prison because of committing corruption in frying oil supplying. Based on standard statute of International Federation of Association Football (FIFA), a criminal executant may not hold a position as head leader a national football association. Because of that reason, Nurdin pushed to step back from various side; jusuf kalla (vice president of Indonesia at that time), the chairman of Indonesian National Sports Committee (KONI), and even FIFA depressed Nurdin to retreat. FIFA even threatened to drop sanction to Association of Indonesian Football (PSSI) otherwise conducted head leader re-election. But Nurdin insistent doesn't step back from the function as chairman of PSSI. So that doesn't break PSSI statute, the statute hits previous head leader sounds" must never involve in criminal case" (“they . . . , must has been previously found guilty of a criminal offense musical note. . . . " ) changed it with abolish word "ever" ("has been previously”) so that its mean being “. . . must musical note found guilty of a criminal offense. . . " ). After the arrest time had finished, Nurdin returned to hold a position as chairman of PSSI.
If the corruptor were not smart enough, the story would be different. It could be hard to corrupt easily and happily. So, exploit our cleverness to removes corruption and build Indonesia better. Because though making the corruptor happy but hurting the people so.