Senin, 14 Juni 2010

fikih

1. Kedudukan Akal dalam Hukum Islam
• Syiah (mu’tajilah)
• Hanafiyah (maturidiyah)
• Syafi’iyah (asy’ariyah)
Menurut Aliran Mu’tajilah/Syiah, akal manusia bisa mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk meskipun tidak ditetapkan dalam al-qur’an dan hadist.
Baik dan buruk dibagi menjadi dua; Hakiki (secara nalar manusia) dan Hukumi (sudah ditetapkan oleh Allah).
Contoh: Mencuri sesuatu/barang yang bukan hak kita akan dinilai/dipandang prilaku yang buruk, meskipun kita tidak tahu dasar hokum/ketetapan hukumnya dalam Al-Qur’an. Semua orang bahkan orang non muslim sekalipun akan berpandangan bahwa mencuri merupakan sesuatu yang buruk. Jadi menurut aliran syiah, akal bisa menjadi hokum sekalipun wahyu belum sampai.

Menurut aliran Maturidiyah, Baik dan buruknya seseorang bisa dinilai atau dicapai oleh akal, tetapi mereka kembalikan hokum dan ketetapan tersebut oleh Allah Yang Mahakuasa (wahyu-Nya). Mereka selalu menetapkan sesuatu menggunakan marslahah mursalahah.Mengenai perbuatan manusia aliran maturidiyah berangapan bahwa perbuatan manusia itu semata-mata diwujudkan oleh manusia sendiri, jadi seseorang tersebut akan mendapatkan pahala dari Allah atas perbuatan baik yang ia lakukan, dan memberikan siksa terhadap apa yeng dia lakukan pula. Namun semua itu dikembalikan kepada Allah yang mempunyai kekuasaan mutlak. Manusia hanya mempunyai kekuatan dengan menggunakan akalnya dalam memilih perbuatan manakah yang akan dia kerjakan. Disana akal berfungsi dalam menentukan baik dan buruknya sesuatu. Contoh: Seseorang dapat menilai bahwa mencuri itu perbuatan yang buruk dan tercela, namun semua itu dikembalikan kepada aturan atau hokum ynag telah ditetapkan Allah dalam wahyu-Nya; Al-Qur’an dan As-sunnah.
Menurut Aliran As’ariyah/syafi’iyah, akal bisa dipakai apabila itupun telah tersurat dan tersirat dalam ketetapan Allah, yakni wahyu (Al-Qur’an dan As-sunnah). Menurut aliran ini akal hanya bisa digunakan ketika dalam keadaan sedang berijtihad., seperti qiyas Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu. Contoh: Minum narkotik adalah suatu perbuatan yang perlu diterapkan hukumnya, sedang tidak satu nashpun yang dapat dijadikan sebagai dasar hukumnya. Untuk menetapkan hukumnya dapat ditempuh cara qiyas dengan mencari perbuatan yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash, yaitu perbuatan minum khamr, yang diharamkan berdasar firman Allah SWT.

Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum) khamr; berjudi, menyembah patung dan mengundi nasib dengan anak panah tidak lain hanyalah suatu yang kotor, termasuk perbuatan syaitan, karena itu hendaklah kamu jauhi agar kamu mendapat keberuntungan." (al-Mâidah: 90)
Antara minum narkotik dan minum khamr ada persamaan, illatnya, yaitu sama-sama berakibat memabukkan para peminumnya, sehingga dapat merusak akal. Berdasarkan persamaan 'illat itu ditetapkanlah hukum meminum narkotik itu yaitu haram, sebagaimana haramnya meminum khamr.
Namun, menurut aliran As’ariyah, ketika tidak ada padananya dalam Al-Qur’an maka perbuatan tersebut tidak boleh dilakukan.
2. Prinsip-prinsip Fiqih Ibadah
• Tauhid
Berhubungan dengan Allah ialah langsung tanpa perantara apapun, baik Rasul, wali, ulama, maupun orang-orang yang sudah meninggal dunia. Q.S. Al-baqarah:186\
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran (al-Baqarah 2:186).
Ketentuan pokok dalam ibadah: Menetapkan/penetapan dan mengikuti apa yang menjadi ketentuan Allah dan rasul-Nya; mentaati perintahnya dan menjauhi apa-apa yang dilarangnya. Contoh: melaksanakan shalat lima waktu dengan baik dan tidak melakukan maksiat, seperti mencuri.
• Tujuan Ibadah:
Tazkiat al-nafs: mensucikan hati dari sifat-sifat tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji. Sarana Tazkiyatun Nafs adalah melalui ibadah dan berbagai amal baik. Sedangkan hasilnya adalah akhlak yang baik kepada Allah dan pada manusia, serta terpeliharanya anggota badan, senantiasa dalam batas-batas syari’at Allah SWT.
العَزِيزُ الحَكِيمُ رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنتَ
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2] : 129).
Iman
Para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman, antara lain, seperti diucapkan oleh Imam Ali bin Abi Talib: "Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota." Aisyah r.a. berkata: "Iman kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota." Imam al-Ghazali menguraikan makna iman: "Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota)."
الم (١) ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (٢) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (٣) وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (٤)
1. Alif laam miin. 2. Kitab ini (Al Qur’an) tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, 3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rizqi yang Kami anugerahkan kepada mereka. 4. Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Jadi dengan kata lain, kita melaksanakan iman dengan melaksanakan ibadah dengan sepenuh hati, dengan mempercayai bahwa Allah melihat kita, dan seakan-akan kita Melihat Allah. Hal tersebut dimaksudkan agar bertambah kekhusukan kita dalam ibadah, khususnya shalat dan ibadah-ibadah lainnya baik yang berhubungan langsung dengan Allah, maupun manusia.
Budi pekerti
Sayyidina Ali K.W
1. Budi pekerti yang mulia ada sepuluh: dermawan, malu, jujur, menyampaikan amanat, rendah hati (tawadhu), cemburu, berani, santun, sabar, dan syukur.
1. Tiga macam orang yang tidak diketahui kecuali dalam tiga situasi: (pertama), tidak diketahui orang pemberani kecuali dalam situasi perang. (Kedua), tidak diketahui orang yang penyabar kecuali ketika sedang marah. (Ketiga), tidak diketahui sebagai teman kecuali ketika (temannya) sedang butuh.
2. Janganlah sekali-kali engkau menjadi orang yang keburukannya lebih kuat daripada kebaikannya, kekikirannya lebih kuat daripada kedermawanannya, dan kekurangannya lebih kuat daripada kebajikannya.
3. Pandanglah buruk pada dirimu apa yang engkau pandang buruk pada selainmu.
4. Semulia-mulia nasab adalah akhlak yang baik.
5. Tidak ada teman yang seperti akhlak yang baik, dan tidak ada harta warisan seperti adab.
6. Hendaklah engkau ridha akan perlakuan orang-orang terhadapmu sama seperti engkau ridha atas perlakuanmu terhadap mereka.
7. Adab adalah pusaka yang terbaik.
8. Jika engkau menyukai akhlak yang mulia, maka hendaklah engkau menjauhi segala hal yang haram.
9. Tidak adanya adab adalah sebab segala kejahatan.
10. Perjalanan adalah ukuran akhlak.
11. Kasihanilah orang-orang fakir yang sedikit kesabarannya, kasihanilah orang-orang kaya yang sedikit syukurnya, dan kasihanilah semua karena lamanya kelalaian mereka.
12. Kemuliaan keturunan yang paling tinggi adalah akhlak yang baik.
13. Ketakwaan adalah akhlak yang utama.
14. Akhlak yang baik adalah sebaik-baik teman.
15. Kalau segala sesuatu harus dipisah-pisahkan, maka dusta tetap bersama takut, kejujuran bersama keberanian, santai bersama keputusasaan, kelelahan bersama kerakusan, penolakan bersama ketamakan, dan kehinaan bersama utang.
16. Hendaklah kalian menjaga adab. Sebab, jika kalian raja, pasti kalian akan melebihi raja-raja yang lain; jika kalian penengah, pasti kalian akan dapat mengatasi (yang lain); dan jika kehidupan kalian miskin, pasti kalian akan dapat hidup (terhormat) dengan adab kalian.
17. Pilihlah untuk diri kalian, dari setiap kebiasaan, yang paling bagusnya, karena sesungguhnya kebaikan merupakan kebiasaan.
18. Semulia-mulia raja adalah yang tidak dicampuri kesombongan dan tidak menyimpang dari kebenaran. Sekaya-kaya orang adalah yang tidak tertawan oleh ketamakan. Sebaik-baik kawan adalah yang tidak menyulitkan kawan-kawannya. Dan sebaik-baik akhlak yang paling dapat membantunya dalam ketakwaan dan ke-wara `-an (kehati-hatian dalam beragama).
19. Seseorang tidak akan menjadi mulia sehingga dia tidak peduli dengan pakaian yang mana saja dia muncul (di tengah-tengah masyarakatnya).
20. Adab adalah pakaian yang senantiasa baru.
إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاء وَعْدُ الآخِرَةِ لِيَسُوؤُواْ وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُواْ الْمَسْجِدَ كَمَا خَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُواْ مَا عَلَوْاْ تَتْبِيرًا
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuh mu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.
QS. al-Isra' (17) : 7
Kita berbuat baik adalah merupakan salah satu ibadah, kita berzakat dan bershadaqah terhadap faqir miskin, ialah merupakan budi pekerti yang baik yang akan kembali hasilnya untuk diri kita sendiri, sebaliknya bila kita berbuat jahat kepada orang lain, maka balasannya/keburukannya akan diperoleh kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar